Home » » Pro Kontra Perubahan Kurikulum Nasional

Pro Kontra Perubahan Kurikulum Nasional




Kalau tidak ada aral melintang, Insya Allah mulai tahun ajaran 2013 mendatang, dunia pendidikan kita disuguhi lagi perubahan kurikulum nasional di semua tingkatan. Dalam lintas sejarah pendidikan nasional, perubahan kurikulum ini untuk ke-10 kalinya sejak kurikulum pertama diterapkan tahun 1947.

Kebijakan Pemerintah

Menyangkut perubahan kurikulum yang digagas pemerintah tersebut, Dilihat dari substansinya, perubahan kali ini lebih Banyak ditekankan pada pengurangan (baca : Pemadatan) sejumlah mata pelajaran tertentu yang dianggap terlalu berat bagi anak. Atau mungkin juga solusi murah meriah dari pemerintah ditengah maraknya tawuran antar pelajar dan mahasiswa yang akhir-akhir ini seringkali memakan korban. Di mata Pemerintah, kurikulum yang berlaku sekarang, mungkin, dianggap gagal menanamkan sikap kebangsaan dan kesantunan pada peserta didik sehingga harus diubah dengan penekanan pada olah sikap dan olah kepribadian. Tak heran bila kemudian Pramuka dijadikan ekstrakurikuler wajib di sekolah (Kompas.com, Selasa, 13/11/2012)

Pendapat pemerintah lainnya yang menyatakan kurikulum sekarang sudah tidak bisa lagi mengikuti perkembangan zaman (ANTARA News, Kamis, 29 November 2012), porsinya sangat kecil dan terkesan agak ekstrim. Kenyataannnya, Justeru dengan kurikulum yang dianggap tidak relevan itulah siswa-siswa kita langganan juara diberbagai olimpiade pendidikan tingkat internasional. Belum lagi karya-karya inovatif anak bangsa seperti membuat robot, alat pendeteksi dini banjir, atau mobil tenaga surya, Misalnya, semuanya justeru produk dari kurikulum yang dianggap tidak relevan tersebut.

Banjir Cibiran

Tak heran jika kemudian rencana pemerintah untuk merombak kurikulum menuai cibiran dari berbagai pihak. Cibiran pertama, menganggap pemerintah sudah habis kerjaan, lebih suka mengotak-atik kurikulum dengan anggaran “Wah” daripada memikirkan kesejahteraan guru, terutama guru honorer yang gajinya masih banyak di bawah UMP/UMK dan malah kalah jauh dengan upah buruh di Jakarta atau Tangerang yang sudah diatas angka satu juta per bulannya.

Cibiran kedua yang agak bernuansa politis mengatakan pemerintah berusaha mengumpulkan modal untuk biaya pemilu 2014 dengan menciptakan program berbiaya tingkat tinggi sehingga anggarannya bisa disulap, sebagaimana terjadi pada kasus bank Century dan Hambalang. Cibiran terakhir ini tentu kurang kuat dan cenderung meluncur dari mulut orang yang kurang sehat sehingga tidak layak masuk ke otak kita, apalagi masuk ujian nasional!

Cibiran ketiga, menurut saya ini yang lebih menarik, mungkin nantinya datang dari dukun dan paranormal kelas teri. Kedua profesi ini menganggap pemerintah sudah mulai berani menggerogoti penghasilan tambahan mereka. Dengan berkurangnya beban belajar disekolah, otomatis akan berkurang juga jumlah siswa yang kesurupan menjelang ujian. Artinya berkurang juga panggilan dari sekolah-sekolah untuk memanfaatkan jasa mereka mengusir jin, hantu, dedemit dan roh halus lainnya!

Sebaliknya bagi dukun dan paranormal kelas kakap tentu saja menyambut baik rencana pemerintah tersebut. Bagi mereka, tingkat stress dan kesurupan tak hanya hanya di ukur dari banyaknya mata pelajaran, tapi juga waktu yang digunakan. Bukankah pemerintah berencana mengurangi jumlah mata pelajaran tapi menambah waktu belajar siswa selama 4 jam per minggu? Berada di sekolah 5 jam sehari saja banyak yang kesurupan apalagi ditambah menjadi 6 jam sehari!

Hilangnya Kearifan Lokal

Perubahan adalah keniscayaan. Termasuk kurikulum. Tak ada yang menolak perubahan selama mengarah pada kebaikan. Tetapi bila perubahan tersebut membuat hilang unsur-unsur baik yang sudah ada sebelumnya, maka perubahan tersebut patut dipertimbangkan. Salah satu contoh unsur-unsur baik yang akan hilang dengan berlakunya kurikulum baru adalah kearifan lokal. Jika dalam kurikulum sebelumnya sekolah mengembangkan kurikulum berdasarkan kondisi sekolah, sosial budaya masyarakat setempat dan potensi daerah masing-masing, maka di kurikulum yang baru sepertinya akan dipangkas. Sekolah tidak lagi menyusun kurikulum dengan konsisi dan potensi masing-masing. Semuanya sudah ditentukan oleh pusat. Sekolah sekedar robot dan hanya menjalankan tugas berdasarkan kontrol “tuannya”. Artinya, nilai-nilai otonomi sekolah, guru, dan daerah pada kurikulum sebelumnya (KTSP 2006) akan “dihilangkan” (Kompas.com, Senin, 17/12/2012)

Luruskan Niat

Berubah atau tidaknya kurikulum memang ditentukan oleh kebijakan penguasa.Arah kebijakan umumnya dilandasi oleh niat. Dititik inilah kebijakan yang dialirkan akan mencapai tujuannya. Apakah ia akan berakhir di kubangan lumpur, atau bermuara di Samudera kebajikan? Berpulang dari motif si pengambil kebijakan. Jika niatnya baik, mudah-mudahan uang negara yang keluar tidak sia-sia dan kurikulum yang akan diterapkan benar-benar mampu menciptakan insan-insan yang berkualitas dan ber-kredibelitas. Jika “bengkok”, maka uang negara akan mengalir di daerah “bengkok” tersebut. Isi Kurikulum pun akan kehilangan vitamin dan gizi, dan sepertinya sulit menempel di otak guru. Apalagi di otak anak. Kalau sudah begitu, mimpi indah tentang kurikulum baru takutnya hanya akan memperpanjang daftar “orang-orang pendosa” di negeri ini, karena tersandung korupsi pengadaan buku, misalnya. Lebih gawat lagi akan mencatatkan nama Indonesia di Guinnes Book of Record sebagai negara yang paling sering mengganti kurikulum sekaligus negara yang paling sering gagal menjalankan kurikulum!

Salam Edukasi!


Share this article :
0 Comments
Tweets
Komentar
KUNJUNGI http://edukasioner.blogspot.com UNTUK MENDAPATKAN BERAGAM INFORMASI LENGKAP SEPUTAR DUNIA PENDIDIKAN


 
Support : Your Link | Your Link | Your Link
Copyright © 2013. SD MUHAMMADIYAH 3 PAGARALAM - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Modified by CaraGampang.Com
Proudly powered by Blogger