Shutterstock Ilustrasi sel punca
JAKARTA, KOMPAS.com — Dibandingkan negara lain, jumlah peneliti di Indonesia yang sudah mengantongi gelar PHd memang terbilang sedikit. Ada tiga faktor yang diidentifikasi sebagai penyebab para peneliti ini tidak lagi mengembangkan penelitiannya dan melanjutkan studi.
Profesor dari Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB), Iskandar Siregar, mengatakan bahwa banyak faktor yang membuat seseorang tak lagi bekerja keras untuk melakukan penelitian dan menjadi ahli di bidang tersebut. Namun, tiga faktor utama inilah yang kerap membuat peneliti tidak ada rencana untuk maju.
"Banyak faktor sebenarnya. Tapi ada beberapa yang memang menjadi faktor utama dari sedikitnya jumlah peneliti di Indonesia," kata Iskandar di Japan Foundation, Gedung Summitmas I, Jakarta, Rabu (27/3/2013).
Faktor pertama adalah berasal dari peneliti itu sendiri apakah masih ingin mengembangkan diri atau tidak. Namun, biasanya yang menyerah untuk terus maju dikarenakan infrastruktur dan fasilitas untuk melakukan penelitian di Indonesia ini belum semapan negara lain.
Faktor kedua adalah bentuk insentif untuk para peneliti ini. Namun saat ini, sudah mulai ada bantuan dari pihak-pihak tertentu dan remunerasi juga sudah mulai meningkat. Pasalnya, tanpa ada insentif ini para peneliti juga tidak dapat melanjutkan penelitiannya untuk terus maju.
"Rencana Kemdikbud untuk beri beasiswa kepada peneliti sangat bagus saya rasa. Karena akan semakin menarik minat," ujar Iskandar.
Faktor ketiga adalah kapasitas untuk membuat jaringan. Hal ini yang dianggap paling sulit karena tidak semua orang mau dan mampu membuat jaringan dengan universitas lain atau pihak lain dalam mengembangkan penelitiannya.
"Ini yang sulit tidak semuanya mau. Memang perlu usaha ekstra. Tapi ada yang antusias untuk mencari jaringan bahkan hingga ke luar negeri, ini sangat bagus," ungkapnya.
"Karena penelitian ini tidak bisa dilakukan sendirian, butuh kolaborasi sehingga jaringan ini perlu sekali," tandasnya.
Profesor dari Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB), Iskandar Siregar, mengatakan bahwa banyak faktor yang membuat seseorang tak lagi bekerja keras untuk melakukan penelitian dan menjadi ahli di bidang tersebut. Namun, tiga faktor utama inilah yang kerap membuat peneliti tidak ada rencana untuk maju.
"Banyak faktor sebenarnya. Tapi ada beberapa yang memang menjadi faktor utama dari sedikitnya jumlah peneliti di Indonesia," kata Iskandar di Japan Foundation, Gedung Summitmas I, Jakarta, Rabu (27/3/2013).
Faktor pertama adalah berasal dari peneliti itu sendiri apakah masih ingin mengembangkan diri atau tidak. Namun, biasanya yang menyerah untuk terus maju dikarenakan infrastruktur dan fasilitas untuk melakukan penelitian di Indonesia ini belum semapan negara lain.
Faktor kedua adalah bentuk insentif untuk para peneliti ini. Namun saat ini, sudah mulai ada bantuan dari pihak-pihak tertentu dan remunerasi juga sudah mulai meningkat. Pasalnya, tanpa ada insentif ini para peneliti juga tidak dapat melanjutkan penelitiannya untuk terus maju.
"Rencana Kemdikbud untuk beri beasiswa kepada peneliti sangat bagus saya rasa. Karena akan semakin menarik minat," ujar Iskandar.
Faktor ketiga adalah kapasitas untuk membuat jaringan. Hal ini yang dianggap paling sulit karena tidak semua orang mau dan mampu membuat jaringan dengan universitas lain atau pihak lain dalam mengembangkan penelitiannya.
"Ini yang sulit tidak semuanya mau. Memang perlu usaha ekstra. Tapi ada yang antusias untuk mencari jaringan bahkan hingga ke luar negeri, ini sangat bagus," ungkapnya.
"Karena penelitian ini tidak bisa dilakukan sendirian, butuh kolaborasi sehingga jaringan ini perlu sekali," tandasnya.
Editor :
Caroline Damanik