Lahir di sebuah desa kecil di Mesir bernama Shafth
Turaab di tengah Delta pada 9 September 1926. Usia 10 tahun, ia sudah hafal
al-Qur'an. Menamatkan pendidikan di Ma'had Thantha dan Ma'had Tsanawi, Qardhawi
terus melanjutkan ke Universitas al-Azhar, Fakultas Ushuluddin. Dan lulus tahun
1952. Tapi gelar doktornya baru dia peroleh pada tahun 1972 dengan disertasi
"Zakat dan Dampaknya Dalam Penanggulangan Kemiskinan", yang kemudian
di sempurnakan menjadi Fiqh Zakat. Sebuah buku yang sangat konprehensif membahas
persoalan zakat dengan nuansa modern.
Sebab keterlambatannya meraih gelar doktor, karena
dia sempat meninggalkan Mesir akibat kejamnya rezim yang berkuasa saat itu. Ia
terpaksa menuju Qatar pada tahun 1961 dan di sana sempat mendirikan Fakultas Syariah
di Universitas Qatar. Pada saat yang sama, ia juga mendirikan Pusat Kajian
Sejarah dan Sunnah Nabi. Ia mendapat kewarganegaraan Qatar dan menjadikan Doha
sebagai tempat tinggalnya.
Dalam perjalanan hidupnya, Qardhawi pernah
mengenyam "pendidikan" penjara sejak dari mudanya. Saat Mesir
dipegang Raja Faruk, dia masuk bui tahun 1949, saat umurnya masih 23 tahun,
karena keterlibatannya dalam pergerakan Ikhwanul Muslimin. Pada April tahun
1956, ia ditangkap lagi saat terjadi Revolusi Juni di Mesir. Bulan Oktober
kembali ia mendekam di penjara militer selama dua tahun.
Qardhawi terkenal dengan khutbah-khutbahnya yang
berani sehingga sempat dilarang sebagai khatib di sebuah masjid di daerah
Zamalik. Alasannya, khutbah-khutbahnya dinilai menciptakan opini umum tentang
ketidak adilan rejim saat itu.
Qardhawi memiliki tujuh anak. Empat putri dan tiga
putra. Sebagai seorang ulama yang sangat terbuka, dia membebaskan anak-anaknya
untuk menuntut ilmu apa saja sesuai dengan minat dan bakat serta kecenderungan masing-masing.
Dan hebatnya lagi, dia tidak membedakan pendidikan yang harus ditempuh
anak-anak perempuannya dan anak laki-lakinya.
Salah seorang putrinya memperoleh gelar doktor
fisika dalam bidang nuklir dari Inggris. Putri keduanya memperoleh gelar doktor
dalam bidang kimia juga dari Inggris, sedangkan yang ketiga masih menempuh S3.
Adapun yang keempat telah menyelesaikan pendidikan S1-nya di Universitas Texas
Amerika.
Anak laki-laki yang pertama menempuh S3 dalam
bidang teknik elektro di Amerika, yang kedua belajar di Universitas Darul Ulum
Mesir. Sedangkan yang bungsu telah menyelesaikan kuliahnya pada fakultas teknik
jurusan listrik.
Dilihat dari beragamnya pendidikan anak-anaknya,
kita bisa membaca sikap dan pandangan Qardhawi terhadap pendidikan modern. Dari
tujuh anaknya, hanya satu yang belajar di Universitas Darul Ulum Mesir dan
menempuh pendidikan agama. Sedangkan yang lainnya, mengambil pendidikan umum
dan semuanya ditempuh di luar negeri. Sebabnya ialah, karena Qardhawi merupakan
seorang ulama yang menolak pembagian ilmu secara dikotomis. Semua ilmu bisa
islami dan tidak islami, tergantung kepada orang yang memandang dan
mempergunakannya. Pemisahan ilmu secara dikotomis itu, menurut Qardhawi, telah
menghambat kemajuan umat Islam.