Home » » 2. Analisa dan Pembahasan PP No. 19 tahun 2005

2. Analisa dan Pembahasan PP No. 19 tahun 2005

Analisa dan Pembahasan PP No. 19 tahun 2005
Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan

Pasal 51
(1) Pengambilan keputusan pada satuan pendidikan dasar dan menengah di bidang akademik dilakukan oleh rapat Dewan Pendidik yang dipimpin oleh kepala satuan pendidikan.
(2) Pengambilan keputusan pada satuan pendidikan dasar dan menengah di bidang non-akademik dilakukan oleh komite sekolah/madrasah yang dihadiri oleh kepala satuan pendidikan.
(3) Rapat dewan pendidik dan komite sekolah/madrasah dilaksanakan atas dasar prinsip musyawarah mufakat yang berorientasi pada peningkatan mutu satuan pendidikan.

Penjelasan PP 19 tahun 2005

Pasal 51
Ayat (1)
Anggota Dewan Pendidik terdiri atas para pimpinan satuan pendidikan dan semua pendidik tetap. Pimpinan satuan pendidikan terdiri atas kepala
sekolah/madrasah dan wakil kepala sekolah.
Ayat (3)
Dalam hal musyawarah tidak mencapai mufakat maka dewan pendidik dan/atau komite sekolah/madrasah menyerahkan pengambilan keputusan yang bersangkutan kepada lembaga berwenang di atasnya. Dalam hal sekolah/madrasah yang bersangkutan merupakan satuan pendidikan negeri, maka lembaga yang berwenang adalah dinas kabupaten/kota yang menangani urusan pemerintahan di bidang pendidikan atau kantor departemen yang menangani urusan di bidang agama kabupaten/kota. Dalam hal sekolah/madrasah yang bersangkutan merupakan satuan pendidikan swasta, maka lembaga yang berwenang adalah badan hukum yang menjadi
penyelenggara satuan pendidikan dimaksud.



Pembahasan

Pengambilan keputusan di bidang akademik adalah di tangan satuan pendidikan, melalui rapat Dewan Pendidik yang dipimpin oleh kepala satuan pendidikan. Hal ini berarti seluruh program akademik sekolah Muhammadiyah berada di tangan guru dan kepala sekolah.
Sedangkan pasal 51 ayat (3) menerangkan bahwa rapat guru dan kepala sekolah dilaksanakan dengan prinsip musyawarah mufakat. Ayat ini dapat ditafsirkan bahwa musyawarah guru harus mufakat, bukan dengan pemungutan suara (voting). Bila tidak ada kata mufakat, maka menurut penjelasan pasal 51 ayat (3), keputusan diberikan kepada lembaga yang berwenang di atasnya. Sedangkan untuk sekolah Muhammadiyah, lembaga yang berwenang di atasnya adalah pimpinan persyarikatan (untuk sekolah dasar di bawah Pimpinan Cabang Muhammadiyah).
Pada ayat (2) disebutkan bahwa untuk pengambilan keputusan bidang non akademik di sekolah dilakukan oleh komite sekolah yang dihadiri oleh kepala sekolah. Bila tidak mencapai mufakat, maka untuk sekolah Muhammadiyah, keputusan juga diserahkan kepada pimpinan persyarikatan. Anggota komite sekolah diatur tersendiri dalam keputusan menteri pendidikan, walau sifatnya berupa pedoman, bukan aturan mengikat.

Analisa

Pasal ini rentan pelanggaran. Sebagaimana kita ketahui, banyak kepala sekolah yang bersifat arogan, atau merasa menjadi kepala yang punya segudang kewenangan tanpa batas, bisa juga tidak mengetahui aturan ini. Hal ini didukung pula oleh 'buta'-nya guru-guru terhadap kedudukannya dalam pengambilan keputusan di sekolah. Maka yang terjadi adalah pengambilan keputusan yang sering sepihak oleh kepala sekolah tanpa melibatkan dewan guru. Guru-guru juga tidak mengetahui, bahwa mereka adalah dewan guru. Adapun guru yang mengetahui pun tidak bisa berbuat apa-apa, karena sudah menjadi kebiasaan, atau takut kalau dinilai buruk oleh kepala sekolah (salah satu tugas kepala sekolah adalah menilai kinerja guru).
Demi kemajuan, maka pimpinan persyarikatan dapat 'jemput bola', mengecek apakah pemufakatan di sekolah Muhammadiyah sudah terlaksana atau belum, melalui guru-gurunya.
Share this article :
0 Comments
Tweets
Komentar
KUNJUNGI http://edukasioner.blogspot.com UNTUK MENDAPATKAN BERAGAM INFORMASI LENGKAP SEPUTAR DUNIA PENDIDIKAN


 
Support : Your Link | Your Link | Your Link
Copyright © 2013. SD MUHAMMADIYAH 3 PAGARALAM - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Modified by CaraGampang.Com
Proudly powered by Blogger